Saturday, October 8, 2016

Grogja

"Scent is the best agent to recall over something"

Of any reason somehow it doesn't apply here now. It's the sight, ambiance, and warmth combined.
Well, since the first time I stepped in my feet in the station or small stroll around the city or when the first rain drop onto my head this city, Groningen, reminisced me about a lovely city miles away in the east: Jogjakarta.

You may tell hundreds of differences between these two cities, but I assure you I am able to explain hundreds-plus-one reasons why they are the same in such a way.

Tranquility
You won't see people insignificantly cram in public place like intersection, park or else.






Hospitality
It turned out that there are way too much Indonesian people here, much more than I expect. Which is a good news! Thereafter, I (suppose to) smile in every corner whenever I bump into another Indonesian. I love it doing so tho'. Who doesn't anyway?



Memorable Spot
Everybody has divine right to come up with iconic spot of their beloved city, I am no exception. Honestly speaking, there is no most iconic building or landmark that symbolize Groningen, like Tugu does in Jogja but still, I am very fond of the library, the room, the street, the park, the city central, the theater, etc





Apparently, this is a kind of city that you will remember every meticulous detail of it. The spot you drop, the meal you steal (no, I'm kidding, I'm trying to make a rhyme out of it) or the bitch you sleep with (sorry I can't stand it).
Nevertheless, I realize that I sound too exaggerating but you never know until you live here yourself.



Picture source:
http://www.streetfilms.org/groningen-the-netherlands-the-bicycling-world-of-your-dreams/
http://zacharyshahan.com/15-things-i-loved-about-living-bicycling-in-groningen-the-netherlands-25-pictures/



Thursday, September 22, 2016

The Moon of Mine

I am wondering if Neil Armstrong ever dreamed of stepping his feet on the moon, and moreover, being the first man of doing that. Have you also ever imagined to be in Neil position? I did that a lot. The sheer excitement, trembling stance, beating heart and wide smile are colliding into your body. All your single sweat are paid off. I guess he never forget that, ever.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

I spent my awesome childhood in a place out of the city in which field was the most dense place and flying kite was the highest thing I ever saw. I treated school as if it is a playground and exam is a sign to start long holiday. Years and years are coming but I am still the one I was used to be. Thereafter, I grew becoming an ignorant person with confined society and range of knowledge. Until right before my bachelor graduation I felt like I don't have any necessities to have a dream due to which I have to study and work really hard. Everything is served for me at that time (I felt very blessed for sure) but it's deceiving...

My words will reach a thousand or two if I explain the way I turned out to be obsessed-and-enthusiast-like kind of person. I'll save it for next post nonetheless.

"When it is dry, it is dry like Sahara. When it is raining, it can't stop pouring"
Thank to someone wise who creates above line because it reflects me very well. Since then I pour all my effort on study; dragging into class and opening books back-and-forth. Repeated.
I just can't stop pouring it.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Now, I am no longer dreaming how it feels like to be in Neil's position. As well, I have landed in the moon of mine: The Netherlands.

The journey has not ended yet because, like Neil that has to return to Earth, I have to go back too. To my home soil.




P.S
I wish I could put some nice pictures in this post later on.

Sunday, June 12, 2016

Tidak Perlu Takut Setan

Beberapa hari terakhir ini sepertinya saya sering terlibat pembicaraan mengenai setan. Enggan sebenarnya mendengarkan cerita semacam ini, tapi kadang ekspresi si penutur maupun si pendengar membuat saya tersenyum geli. Respon mereka beragam; ada yang berani-berani takut, agak takut dan takut sama sekali. Yang tidak takut sama sekali? Sepertinya hanya saya :)

Menurut saya pribadi ketakutan pada setan tidak akan jadi masalah selama tidak ada orang lain yang merasa terganggu dan direpotkan, atau setidaknya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari kita. Toh sebenarnya rasa takut dengan kadar yang tepat akan berupa sikap waspada. Sikap waspada ini justru baik agar kita terhindar dari bahaya. Tapi yang menjengkelkan adalah ketika orang yang sangat takut ini sudah mulai merepotkan lingkungannya. Mulai dari minta diantar ke WC, memaksa menyalakan lampu, tidak mau melewati jalan A atau jalan B dan masih banyak contoh lainnya. Permintaan tolong seperti ini beberapa kali saya tolak, namun adakalanya saya terima, tentu dengan terpaksa.

Saya berharap dengan tulisan ini orang-orang yang takut setan tetap dapat menjalani kegiatannya seperti biasa meskipun jantung harus berdegup kencang, beruntung malah bisa berkurang atau bahkan hilang ketakutannya pada setan. Sesungguhnya tujuan saya bukan menghilangkan ketakutan kalian pada setan, karena sepertinya nyaris mustahil, tapi bagaimana pada akhirnya kita tetap dapat melakukan aktivitas kita (meski takut setan).

Bagaimana caranya?
Berpikir logis.

Ketika dulu guru sekolah saya menekankan betapa pentingnya matematika dalam membantu kita berpikir logis jujur saya tidak paham. Namun kini berkat wawasan dan pengalaman yang semakin luas saya mengerti bagaimana mengaplikasikan logika dasar matematika tersebut.

Saya akan coba mengurai alasan mengapa kita tidak perlu takut setan dengan salah satu bab matematika dasar, yaitu: PELUANG.

Peluang
Saya yakin kita pernah mendapatkan mata pelajaran Peluang di sekolah, entah saat SMP atau SMA. Saya juga masih ingat jelas contoh soal yang keluar adalah peluang munculnya angka X dalam pelemparan dadu atau peluang munculnya bola biru bila bla bla bla. Saya heran mengapa para guru tidak pernah membahas peluang munculnya setan di kehidupan sehari-hari :)) Baiklah, kalau begitu saya saja yang bahas.
Peluang (probabilitas) adalah suatu cara untuk mengungkapkan (kemungkinan) bahwa suatu kejadian akan belaku atau terjadi.
dimana:
P(A) = peluang kejadian A
n(A) = banyaknya kejadian A
n(S) = ruang sampel



Lalu andaikan saya berusia 25 tahun pada hari ini, yang setara dengan 9.125 hari dan sampai hari ini saya sudah mengalami 10 kali (10 hari) kejadian mistis, maka:
n(A) = 10
n(S) = 9.125

sehingga
P(A) = 10/9.125 = 0,0010958904109589

yang artinya:
peluang/kemungkinan saya melihat setan esok hari hanyalah 1,10 % :))

Bahkan, asumsi 10 kali kejadian mistis menjadi 10 hari adalah sebuah flaw karena kenyatannya kejadian mistis yang kalian alami mungkin hanya sekian detik. Tak apa, anggap saja kalian tinggal di samping kuburan sehingga frekuensi kejadian mistis meningkat tajam menjadi 10 menit dalam 25 tahun maka peluang di menit selanjutnya kalian 'diganggu' setan adalah 0,000076 % :)))

Jika diteruskan pembahasan ini diteruskan saya bisa saja menambahkan teori Risk = Probability x Impact, atau mengambil sudut pandang ekonomi. Tapi saya rasa tidak perlu lah, manusia yang pintar dan bijaksana tidak mungkin membatalkan kebutuhan sekresinya hanya karena kejadian konyol yang peluangnya sangat sangat kecil untuk terjadi.